PEMBANGUNAN KBT DIPERSOALKAN


PASEH (GM) - Ketua Komisi A DPRD Kab. Bandung, H. Daud Burhanudin mempertanyakan kelengkapan izin mendirikan bangunan pabrik tekstil yang mulai menjamur di kawasan Kota Baru Tegalluar (KBT), Desa Tegalluar, Kec. Bojongsoang, Kab. Bandung. 

Di kawasan itu diperkirakan terdapat 10-12 pabrik baru yang mulai dibangun. Karena alasan itulah, Komisi A akan terus
melakukan pemantauan serta pengecekan langsung ke lapangan guna mempertanyakan berbagai kelengkapan izin mendirikan bangunan tersebut. 

Terlebih lagi pihaknya sudah melakukan pengontrolan terhadap sejumlah pabrik yang diduga belum mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB). Bahkan ada salah satu pabrik di perbatasan Kec. Cikancung dan Kec. Paseh, yang berdiri di atas sempadan sungai yang diduga belum mengantongi izin penggunaan tanah dan izin lokasi. Bangunan tersebut diduga menyalahi aturan karena berada di atas sempadan sungai, sehingga harus dibongkar. 

Selama ini pembangunan pabrik tersebut dikeluhkan masyarakat Desa Cigentur, karena sering terjadi banjir. "Kami tidak ingin pengembangan perusahaan yang menyangkut kesepakatan kerja masyarakat di Kab. Bandung terganggu, khususnya untuk pembangunan pabrik di kawasan Kota Baru Tegalluar. Pasalnya, jika pabrik itu ditutup akan berdampak pada pemutusan hubungan kerja," kata Daud.

Dikatakan Daud, beroperasinya penggunaan lahan di zona Kota Baru Tegalluar itu, setelah keluarnya peraturan bupati (perbup) semasa akhir kepemimpinan Bupati Bandung H. Obar Sobarna. Selain itu, izin dari Gubernur Jabar dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dengan keluarnya perbup, lanjut Daud, secara otomatis status quo lahan di kawasan Kota Baru Tegalluar dicabut. Akibatnya, kini bisa dimanfaatkan untuk beberapa pembangunan pabrik. 

Ketika masih dalam status quo, kawasan tersebut tidak bisa digunakan untuk mendirikan pabrik, termasuk jual beli tanah. "Namun dengan adanya pencabutan status quo tanah di kawasan KBT tersebut, ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi oleh setiap investor/pengusaha yang akan melaksanakan pembangunan di zona tersebut," katanya. 

Masih kata Daud, yang menjadi ketentuan dalam pelaksanaan pembangunan, pihak pengusaha diwajibkan menyerahkan sekitar 10 persen luas tanah yang akan dibebaskan kepada sebuah lembaga atau pemerintahan di bidang keuangan untuk dijadikan aset. "Nilai 10 persen itu, baik dalam bentuk uang atau hal lainnya yang nantinya akan digunakan untuk pembelian lahan yang akan digunakan membangun danau buatan seluas 400 hektare di Desa Sukamanah, Kec. Rancaekek," ujarnya. 

4 zona 

Dijelaskan, pembangunan danau buatan tersebut merupakan bagian dari site plan pengembangan pembangunan di kawasan Kota Baru Tegalluar. Sehingga nantinya di kawasan tersebut terbagi dalam empat zona, yakni industri, permukiman, pertokoan, dan pariwisata. Daud menambahkan, pada akhir bulan ini pihaknya akan melakukan kunjungan ke lapangan untuk melakukan pengecekan langsung ke perusahaan yang ada di zona Kota Baru Tegalluar. 

Hal itu untuk mempertanyakan kesanggupan pengusaha dalam memenuhi persyaratan tersebut, yakni menyerahkan 10 persen dari nilai tanah yang akan dibebaskan. "Untuk membuktikan hal itu, kita akan melakukan pengecekan ke lapangan. Kalaupun sudah ada MoU (memorandum of undesrtasnding), bukti setoran yang 10 persen harus diperlihatkan," pungkasnya. (B.105)**

Sumber; galamedia.com.